Mengulik Konsep Green Mobility Di Industri Otomotif Yang Diusung secara resmi mengemukakan pendekatan strategis baru dalam pengembangan industri otomotif nasional melalui konsep Green Mobility. Inisiatif ini ditujukan untuk mendorong terciptanya sistem mobilitas yang lebih ramah lingkungan, efisien dalam konsumsi energi, memiliki daya saing global, serta mendukung prinsip keberlanjutan dalam jangka panjang.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam sambutannya pada acara peluncuran kendaraan listrik Polytron G3 yang digelar di kawasan Jakarta Pusat. Menurutnya, pendekatan Green Mobility merupakan bentuk adaptasi kebijakan industri yang lebih progresif untuk menjawab tantangan global terkait transformasi energi dan teknologi ramah lingkungan di sektor otomotif.
“Apapun perkembangan teknologi di industri otomotif global, pemerintah Indonesia menyambutnya secara positif dan akan mendukungnya melalui kebijakan yang adaptif dan berkelanjutan. Konsep Green Mobility adalah jawaban atas kebutuhan akan mobilitas modern yang hemat energi, sekaligus mempertahankan keberlanjutan investasi otomotif nasional yang telah berjalan selama ini,” ungkap Agus.
Mengulik Konsep Green Mobility Di Industri Otomotif
Menteri Perindustrian menjelaskan bahwa konsep Green Mobility bukan semata ditujukan untuk kendaraan listrik atau teknologi baru saja. Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen melindungi investasi otomotif konvensional yang telah beroperasi di Indonesia selama bertahun-tahun. Melalui pendekatan ini, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem yang inklusif bagi semua jenis teknologi otomotif selama memenuhi prinsip efisiensi energi dan ramah lingkungan.
“Investasi dari produsen kendaraan berbasis Internal Combustion Engine (ICE) tetap akan kami akomodasi, terutama yang telah menunjukkan komitmen untuk transisi ke produk ramah lingkungan, seperti kendaraan LCGC dan pemanfaatan biofuel. Kami telah memberikan insentif untuk mendukung upaya tersebut,” jelas Agus.
Lebih lanjut, pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal dan non-fiskal guna mempercepat pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Hal ini dilakukan melalui pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP), serta mendorong program hilirisasi sumber daya alam strategis guna mendukung industri baterai kendaraan listrik nasional.
Mendorong Daya Saing dan Pertumbuhan Pasar Domestik
Menurut Kemenperin, pasar otomotif Indonesia masih menyimpan potensi besar untuk dikembangkan. Saat ini, tingkat kepemilikan kendaraan roda empat di Indonesia tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan data yang dirilis tahun 2024, rasio kepemilikan mobil di Indonesia tercatat sebesar 99 unit per 1.000 penduduk, sementara total populasi Indonesia telah mencapai sekitar 281 juta jiwa.
Sebagai perbandingan, Malaysia dengan populasi sekitar 35 juta jiwa mencatat rasio kepemilikan mobil sebesar 490 unit per 1.000 penduduk. Thailand juga menunjukkan angka yang lebih tinggi yakni 275 unit per 1.000 penduduk dari total populasi sekitar 70 juta jiwa. Sementara itu, Singapura memiliki rasio 211 unit per 1.000 penduduk, Korea Selatan sebesar 530 unit, dan Jepang bahkan mencapai 670 unit per 1.000 penduduk.
Dengan demikian, Indonesia masih memiliki ruang yang sangat luas untuk pengembangan pasar kendaraan bermotor, termasuk kendaraan yang menggunakan teknologi ramah lingkungan. Konsep Green Mobility diharapkan menjadi landasan strategis dalam mendorong produksi kendaraan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga mampu bersaing di pasar ekspor.
Menyukseskan Target Net Zero Emission Industri Manufaktur
Inisiatif Green Mobility juga berkaitan erat dengan komitmen Indonesia dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) atau emisi karbon nol bersih, khususnya di sektor industri manufaktur. Kemenperin telah menetapkan ambisi untuk mewujudkan NZE sektor industri manufaktur pada tahun 2050, lebih cepat satu dekade dibandingkan dengan target nasional secara umum yang dijadwalkan tercapai pada 2060.
“Transformasi menuju Green Mobility akan mempercepat tercapainya target NZE di sektor manufaktur. Kami telah melakukan berbagai koordinasi dengan pelaku industri otomotif dan manufaktur lainnya, dan mereka menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung agenda transisi ini,” ujar Menteri Agus.
Ia menambahkan bahwa disrupsi teknologi otomotif menuju kendaraan yang lebih bersih dan efisien akan menjadi katalis utama dalam proses dekarbonisasi sektor industri. Hal ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi melalui pengembangan industri baru seperti produksi baterai listrik, komponen kendaraan ramah lingkungan, dan daur ulang material otomotif.
Penutup: Perlu Kolaborasi Lintas Sektor
Konsep Green Mobility tidak hanya merupakan upaya kebijakan sektoral, tetapi juga membutuhkan kolaborasi lintas kementerian, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah menyadari bahwa keberhasilan implementasi transisi menuju industri otomotif berkelanjutan akan sangat tergantung pada sinergi antarpemangku kepentingan.
“Kami mendorong peran aktif sektor swasta, akademisi, hingga masyarakat dalam menyukseskan agenda Green Mobility. Hanya dengan sinergi yang kuat, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam peta industri otomotif hijau di Asia dan dunia,” tutup Menteri Perindustrian.
Dengan visi jangka panjang, strategi yang adaptif, serta dukungan dari pelaku industri, Indonesia diharapkan mampu mengambil posisi strategis sebagai pusat produksi kendaraan ramah lingkungan dan berbasis teknologi masa depan, sekaligus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Baca Juga : Calon Mobil Hybrid Terbaru Honda? Menampilkan Teaser Misterius
Leave a Reply