Toyota Jual Mobil Hidrogen Di Indonesia Target Pada Tahun 2030 pengembangan teknologi kendaraan ramah lingkungan, khususnya mobil berbahan bakar hidrogen. Salah satu bentuk konkret dari langkah ini adalah diperkenalkannya model Toyota Mirai di pasar Indonesia. Peluncuran kendaraan berteknologi fuel cell electric vehicle (FCEV) ini menandai keseriusan produsen asal Jepang tersebut dalam menghadirkan solusi transportasi tanpa emisi.
Meskipun demikian, perjalanan menuju adopsi massal kendaraan hidrogen masih menemui berbagai tantangan. Berdasarkan data terbaru, penjualan mobil hidrogen mengalami penurunan di beberapa wilayah, termasuk di Amerika Serikat.
Penyebab utamanya adalah melonjaknya harga bahan bakar hidrogen serta berkurangnya jumlah stasiun pengisian yang masih beroperasi. Kondisi ini mendorong para pemilik kendaraan FCEV untuk mencari alternatif agar mobil mereka tetap dapat digunakan secara optimal.
Menanggapi hal tersebut, Indra Chandra Setiawan selaku perwakilan dari Engineering Management Division PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) tidak menampik adanya penurunan tren penjualan FCEV di pasar global.
Toyota Jual Mobil Hidrogen Di Pasar Indonesia
Namun demikian, pihaknya tetap memandang optimistis terhadap masa depan kendaraan hidrogen, dengan mengambil pelajaran dari perkembangan kendaraan listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
“Beberapa waktu lalu, harga baterai per kilowatt-jam (kWh) berada di atas angka US$ 1.000. Tetapi dengan meningkatnya skala produksi serta efisiensi manufaktur, harga tersebut kini bisa ditekan secara signifikan,” ujar Indra dalam kegiatan Media Workshop bertajuk “Hydrogen Ecosystem” yang diselenggarakan di Karawang, Jawa Barat, pada Senin (14/4/2025).
Lebih lanjut, Indra menjelaskan bahwa saat ini Tiongkok telah berhasil mengembangkan teknologi baterai berbasis Lithium Iron Phosphate (LFP) yang tidak lagi menggunakan bahan-bahan seperti nikel, mangan, maupun kobalt.
Sebagai gantinya, material utama yang digunakan adalah besi (ferro) yang secara ekonomis lebih terjangkau. Inovasi ini memungkinkan harga baterai per kWh turun hingga ke kisaran US$ 100, yang merupakan pencapaian signifikan dalam pengembangan kendaraan listrik.
Dalam konteks kendaraan hidrogen, Toyota melihat peluang besar khususnya untuk segmen kendaraan komersial berat. Menurut Indra, meskipun adopsi FCEV untuk kendaraan ringan menghadapi tantangan, namun teknologi fuel cell tetap relevan dan dapat diadaptasi untuk kendaraan dengan kapasitas besar seperti truk dan bus.
“Jika satu jalur pengembangan terasa menemui jalan buntu, maka kita harus mencari jalur lain yang masih terbuka. Prinsip teknologi dasarnya tetap sama, yakni penggunaan fuel cell stack. Oleh karena itu, kita bisa mengalihkan fokus ke sektor kendaraan berat yang belum sepenuhnya tersentuh oleh elektrifikasi berbasis baterai,” terang Indra.
Target Pada Tahun 2030
Namun demikian, di Indonesia sendiri, pengembangan kendaraan hidrogen untuk sektor kendaraan berat juga tidak luput dari kendala. Salah satu tantangan utama adalah keberadaan bahan bakar alternatif seperti biodiesel, yang saat ini telah memiliki infrastruktur matang serta dukungan subsidi dari pemerintah. Secara emisi, biodiesel juga dinilai cukup ramah lingkungan karena mampu mengurangi emisi karbon hingga sekitar 40 persen.
“Jika kendaraan hidrogen dihadapkan secara langsung dengan biodiesel dalam kompetisi pasar, maka akan sangat sulit bersaing. Infrastruktur pengisian biodiesel telah tersedia luas, dan harga jualnya pun didukung oleh insentif pemerintah. Sementara itu, teknologi hidrogen masih dalam tahap pengembangan awal dan belum mendapatkan dukungan ekosistem yang setara,” ungkap Indra.
Meski menghadapi berbagai tantangan, Toyota tidak menghentikan langkahnya dalam membangun ekosistem kendaraan hidrogen. Fokus utama mereka saat ini adalah memperluas pemahaman publik mengenai keunggulan teknologi FCEV serta menjalin kolaborasi dengan pihak-pihak strategis, termasuk sektor industri dan pemerintah, untuk menciptakan infrastruktur pengisian hidrogen yang memadai.
Toyota juga menegaskan bahwa pengembangan teknologi ramah lingkungan tidak dapat dilakukan secara instan. Diperlukan pendekatan bertahap, dukungan regulasi, serta integrasi antar sektor untuk memastikan bahwa teknologi ini dapat diadopsi secara luas dan berkelanjutan.
“Kami menyadari bahwa tidak semua inovasi dapat langsung diterima oleh pasar. Namun, pengalaman kami dalam mengembangkan kendaraan listrik dan hibrida menjadi modal kuat untuk membangun fondasi kendaraan hidrogen di masa depan,” tambah Indra.
Secara global, Toyota telah menetapkan target jangka panjang untuk memproduksi dan memasarkan kendaraan hidrogen secara lebih luas pada tahun 2030. Strategi ini mencerminkan tekad mereka dalam mendukung transisi menuju mobilitas rendah karbon dan mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca secara global.
Baca Juga : Kolaborasi Subaru Dan Toyota Siap Debut Di New York, SUV Listrik
Upaya Toyota dalam mengembangkan teknologi FCEV juga sejalan dengan visi pemerintah Indonesia untuk mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2060. Oleh karena itu, dukungan dari seluruh pemangku kepentingan menjadi sangat krusial agar teknologi ini dapat tumbuh dan bersaing secara sehat dengan alternatif energi lainnya.
Dengan strategi yang terintegrasi dan semangat inovasi yang konsisten, Toyota optimistis bahwa kendaraan berbahan bakar hidrogen akan memainkan peran penting dalam lanskap transportasi masa depan. Meskipun jalan yang harus ditempuh masih panjang, namun langkah-langkah awal yang telah dilakukan menjadi fondasi kuat dalam membangun ekosistem mobilitas yang berkelanjutan di Indonesia dan dunia.
Leave a Reply